DINAMIKA STRUKTURAL PENDIDIKAN
DAN KETERPURUKAN ETIKA SOSIAL
oleh: Rahmat
DAN KETERPURUKAN ETIKA SOSIAL
oleh: Rahmat
Abstrak
This article tries to discuss the riots in some big cities in Indonesia, e.g. Yogyakarta, Ambon, Jakarta and Bandarlampung. On the obove riots there were many targets belonging to our social living such as social ethic, moral ethic and cultural ethic. It can be said that there are some social backgrounds underlying those social disasters. One of the social backgrounds is dynamic of structural education that oriented to centralization of education. The are involved in a complicated system and each of them often produces conflicting interest. People tend to utilize potent technology to satisfy human wants and needs.
To avoid more serious environmental problems which can endanger the existence of humanity in Indonesia, we need to change people’s attitudes from exploitation and dominance to global protection and care. For this purpose, national basic development changes from useful to religius character is faith one God.
Kata Kunci: etika sosial, konflik sosial, struktur pendidikan
This article tries to discuss the riots in some big cities in Indonesia, e.g. Yogyakarta, Ambon, Jakarta and Bandarlampung. On the obove riots there were many targets belonging to our social living such as social ethic, moral ethic and cultural ethic. It can be said that there are some social backgrounds underlying those social disasters. One of the social backgrounds is dynamic of structural education that oriented to centralization of education. The are involved in a complicated system and each of them often produces conflicting interest. People tend to utilize potent technology to satisfy human wants and needs.
To avoid more serious environmental problems which can endanger the existence of humanity in Indonesia, we need to change people’s attitudes from exploitation and dominance to global protection and care. For this purpose, national basic development changes from useful to religius character is faith one God.
Kata Kunci: etika sosial, konflik sosial, struktur pendidikan
A. Berbagai Wujud Kegelisahan Kehidupan Bermasyarakat
Akhir-akhir ini kondisi kehidupan masyarakat sehari-hari senantiasa diwarnai berbagai bentuk kekerasan yang mengacu kepada kerusuhan. Berbagai kerusuhan dan pengrusakan terjadi di beberapa kota besar Indonesia. Keadaan tersebut menimbulkan kekuatiran demi kekuatiran yang melanda setiap individu menghadapi kenyataan yang ada. Lebih-lebih dirasa berat menghadapi masa depan yang seolah-olah tiada harapan. Mengapa semua itu dapat terjadi ? Sederetan peristiwa berikut yang terjadi sekitar tahun 1999 sampai 2003 menjadi bukti yang menunjukkan kondisi tersebut. Ungkapan yang terdapat dalam Majalah Tempo pada artikel pendidikan menyebutkan "Bila Si Kecil Kecanduan `Permen`.Narkotik dan zat adiktif mulai merambah SD dalam bentuk permen, gambar tempel tato, atau pil. Bagaimana menanggulanginya? Orang tua anak SD justeru tidak mengetahui kalau anaknya telah kecanduan narkotik. Ternyata penyebabnya antara lain desakan mantan siswa di SD tersebut yang memaksa agar anak SD menenggak pil `berani`. Akibat yang muncul setelah meminum pil tersebut, siswa merasa berani dan ingin berantem, tapi juga merasa ngantuk.
Berita tentang tindak kekerasan berupa perampokan dengan kekerasan terjadi di Yogyakarta. "Dua nasabah Bank BCA di Jalan P. Mangkubumi Yogya, Senin (30/8) siang menjadi korban perampokan di Jalan Menteri Supeno, Umbulharjo, Yogyakarta. Akibat kejadian itu, Liana (49) dan Tanto Supriyo (49) warga jalan Wijaya Jawa Timur, luka parah dibabat pedang dan terpaksa kehilangan uang tuanai Rp.52 juta dan perhiasan senilai Rp.30 juta." Peristiwa ini terjadi di siang hari di tengah keramaian yang dilakukan dengan berani dan seolah-oleh tanpa risiko.Berita lain menyebutkan tentang kerusuhan di Ambon terus berlanjut, dua tewas dan 20 terluka. "Pertikaian bernuansa SARA secara sporadis masih terjadi di sejumlah kawasan di Ambon, Maluku, Rabu pagi hingga malam. Peristiwa tersebut mengakibatkan sedikitnya dua warga sipil meninggal dunia dan 20 lainnya mengalami luka berat dan ringan." Berita tersebut mengungkapkan adanya pertikaian antar warga yang bernuansa SARA. Sekelompok orang berhadapan dengan sekelompok orang lain dengan jumlah yang cukup banyak.
Tindakan perusakan Rumah Sakit Jakarta oleh aparat keamanan, merupakan berita lain yang menambah panjangnya jalinan peristiwa yang mengerikan di tanah air Indonesia. Perusakan rumah sakit yang terletak di sebelah Universitas Katolik Atmajaya, juga dekat dengan Jembatan Semanggi, Jakarta itu, terjadi ketika sejumlah anggota pasukan keamanan mengejar sejumlah pengunjuk rasa yang diperkirakan bersembunyi di RS Jakarta. "Tatkala aparat keamanan minta informasi pada petugas RS. Jakarta, menurut petugas keamanan, karyawan rumah sakit mengatakan tak ada massa yang bersembunyi di tempat tersebut, Namun beberapa aparat keamanan melihat, massa itu 'disembunyikan' dengan menumpang mobil ambulan. Lantaran kesal, sejumlah petugas keamanan melampiaskan amarah mereka pada barang barang yang ada di RS.Jakarta. Akibat perusakan itu, kegiatan di RS.Jakarta nyaris terhenti, karena rusaknya instalasi sterilisasi dan ruang operasi." Dalam peristiwa ini terjadi tindakan dari pihak aparat keamanan yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyat, tetapi kenyataannya justeru memporak porandakan sarana kepentingan umum. Pengungkapan peristiwa yang terjadi tersebut terlepas dari benar dan tidaknya tindakan aparat dalam menangani masalah yang ada di lapangan.
Bentrok di Kebun sawit BNIL. Perkebunan sawit Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) di Banjaragung, Tulangbawang-250 luar Bandarlampung- bergolak lagi. Seorang warga, Nengah Suwarte (38), tewas tertembak dalam bentrokan antara aparat keamanan dengan sekitar 100 warga setempat. Bentrok hari Sabtu diduga berkait rasa tak puas atas sikap Pemda Tulangbawang dalam menangani kasus tanah perkebunan BNIL.6 Pada peristiwa ini warga mengklaim terdapat 1.500 ha. lahan di areal BNIL, sebagai milik warga. Masih berhubungan dengan peristiwa ini pada tanggal 30 November 1999 yang lalu lebih 1.000 warga Banjaragung berunjuk rasa di Kantor Bupati Tulangbawang. Mereka mengamuk dan memecahkan seluruh kaca kantor, membakar satu unit mobil dan melukai seorang pegawai.
Berbagai persitiwa tersebut terjadi pada tahun 1999 yang lalu, sedang peristiwa yang paling akhir umpamanya adalah meledaknya bom di Hotel JW.Marriott Jakarta. “Ledakan bom di depan Hotel JW.Marriott, Jakarta, kemarin mirip dengan bom Bali, 12 Oktober 2002. Bom yang menewaskan 16 orang dan 149 luka-luka ini sama-sama menggunakan mobil sebagai pembawa bom dengan daya ledak yang besar.7
Itulah sebahagian dari deretan peristiwa yang menimbulkan kegelisahan hidup akhir-akhir ini. Mulai keadaan anak SD yang sudah meminum pil narkotik dan zat adiktif, bentrok antar warga yang bernuansa SARA, warga yang mengalami perampokan dengan kekerasan, tindakan aparat keamanan yang merusak fasilitas umum, sampai terjadi bentrok antara warga dengan aparat keamanan, bahkan terenggutnya banyak nyawa manusia akibat ledakan bom. Dan masih banyak lagi peristiwa lain yang terjadi pada tahun 2000, 2001 dan 2002. Apa yang terjadi pada deretan peristiwa di atas adalah rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan masalah etika sosial yang sudah rapuh, dan merupakan konflik sosial. Keadaan ini diakui oleh bangsa Indonesia yang diwakili oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tercantum dalam GBHN 1999-2004.
Konflik sosial dan menguatnya gejala disintegrasi di berbagai daerah seperti
di Maluku merupakan gangguan bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kalau tidak segera ditanggulangi akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya hal-hal tersebut lebih merupakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang perlu segera dikoreksi dengan cepat dan tepat.8 Bukankah selama ini bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki etika sosial yang penuh toleransi dan keakraban hidup dalam masyarakat yang majemuk. Kenyataan telah terjadi berbagai peristiwa yang bertentangan dengan kebiasaan dan situasi bangsa Indonesia dalam kehidupan pergaulan antar bangsa. Kondisi ini akan dikaji dari segi perubahan dan perkembangan masyarakat. Apa yang menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan tindakan yang menggelisahkan tersebut. Kemudian bagaimana proses tersebut dapat terjadi serta tindakan apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut.
B. Keterpurukan Etika Sosial
Berita tentang tindak kekerasan berupa perampokan dengan kekerasan terjadi di Yogyakarta. "Dua nasabah Bank BCA di Jalan P. Mangkubumi Yogya, Senin (30/8) siang menjadi korban perampokan di Jalan Menteri Supeno, Umbulharjo, Yogyakarta. Akibat kejadian itu, Liana (49) dan Tanto Supriyo (49) warga jalan Wijaya Jawa Timur, luka parah dibabat pedang dan terpaksa kehilangan uang tuanai Rp.52 juta dan perhiasan senilai Rp.30 juta." Peristiwa ini terjadi di siang hari di tengah keramaian yang dilakukan dengan berani dan seolah-oleh tanpa risiko.Berita lain menyebutkan tentang kerusuhan di Ambon terus berlanjut, dua tewas dan 20 terluka. "Pertikaian bernuansa SARA secara sporadis masih terjadi di sejumlah kawasan di Ambon, Maluku, Rabu pagi hingga malam. Peristiwa tersebut mengakibatkan sedikitnya dua warga sipil meninggal dunia dan 20 lainnya mengalami luka berat dan ringan." Berita tersebut mengungkapkan adanya pertikaian antar warga yang bernuansa SARA. Sekelompok orang berhadapan dengan sekelompok orang lain dengan jumlah yang cukup banyak.
Tindakan perusakan Rumah Sakit Jakarta oleh aparat keamanan, merupakan berita lain yang menambah panjangnya jalinan peristiwa yang mengerikan di tanah air Indonesia. Perusakan rumah sakit yang terletak di sebelah Universitas Katolik Atmajaya, juga dekat dengan Jembatan Semanggi, Jakarta itu, terjadi ketika sejumlah anggota pasukan keamanan mengejar sejumlah pengunjuk rasa yang diperkirakan bersembunyi di RS Jakarta. "Tatkala aparat keamanan minta informasi pada petugas RS. Jakarta, menurut petugas keamanan, karyawan rumah sakit mengatakan tak ada massa yang bersembunyi di tempat tersebut, Namun beberapa aparat keamanan melihat, massa itu 'disembunyikan' dengan menumpang mobil ambulan. Lantaran kesal, sejumlah petugas keamanan melampiaskan amarah mereka pada barang barang yang ada di RS.Jakarta. Akibat perusakan itu, kegiatan di RS.Jakarta nyaris terhenti, karena rusaknya instalasi sterilisasi dan ruang operasi." Dalam peristiwa ini terjadi tindakan dari pihak aparat keamanan yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyat, tetapi kenyataannya justeru memporak porandakan sarana kepentingan umum. Pengungkapan peristiwa yang terjadi tersebut terlepas dari benar dan tidaknya tindakan aparat dalam menangani masalah yang ada di lapangan.
Bentrok di Kebun sawit BNIL. Perkebunan sawit Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) di Banjaragung, Tulangbawang-250 luar Bandarlampung- bergolak lagi. Seorang warga, Nengah Suwarte (38), tewas tertembak dalam bentrokan antara aparat keamanan dengan sekitar 100 warga setempat. Bentrok hari Sabtu diduga berkait rasa tak puas atas sikap Pemda Tulangbawang dalam menangani kasus tanah perkebunan BNIL.6 Pada peristiwa ini warga mengklaim terdapat 1.500 ha. lahan di areal BNIL, sebagai milik warga. Masih berhubungan dengan peristiwa ini pada tanggal 30 November 1999 yang lalu lebih 1.000 warga Banjaragung berunjuk rasa di Kantor Bupati Tulangbawang. Mereka mengamuk dan memecahkan seluruh kaca kantor, membakar satu unit mobil dan melukai seorang pegawai.
Berbagai persitiwa tersebut terjadi pada tahun 1999 yang lalu, sedang peristiwa yang paling akhir umpamanya adalah meledaknya bom di Hotel JW.Marriott Jakarta. “Ledakan bom di depan Hotel JW.Marriott, Jakarta, kemarin mirip dengan bom Bali, 12 Oktober 2002. Bom yang menewaskan 16 orang dan 149 luka-luka ini sama-sama menggunakan mobil sebagai pembawa bom dengan daya ledak yang besar.7
Itulah sebahagian dari deretan peristiwa yang menimbulkan kegelisahan hidup akhir-akhir ini. Mulai keadaan anak SD yang sudah meminum pil narkotik dan zat adiktif, bentrok antar warga yang bernuansa SARA, warga yang mengalami perampokan dengan kekerasan, tindakan aparat keamanan yang merusak fasilitas umum, sampai terjadi bentrok antara warga dengan aparat keamanan, bahkan terenggutnya banyak nyawa manusia akibat ledakan bom. Dan masih banyak lagi peristiwa lain yang terjadi pada tahun 2000, 2001 dan 2002. Apa yang terjadi pada deretan peristiwa di atas adalah rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan masalah etika sosial yang sudah rapuh, dan merupakan konflik sosial. Keadaan ini diakui oleh bangsa Indonesia yang diwakili oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tercantum dalam GBHN 1999-2004.
Konflik sosial dan menguatnya gejala disintegrasi di berbagai daerah seperti
di Maluku merupakan gangguan bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kalau tidak segera ditanggulangi akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya hal-hal tersebut lebih merupakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang perlu segera dikoreksi dengan cepat dan tepat.8 Bukankah selama ini bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki etika sosial yang penuh toleransi dan keakraban hidup dalam masyarakat yang majemuk. Kenyataan telah terjadi berbagai peristiwa yang bertentangan dengan kebiasaan dan situasi bangsa Indonesia dalam kehidupan pergaulan antar bangsa. Kondisi ini akan dikaji dari segi perubahan dan perkembangan masyarakat. Apa yang menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan tindakan yang menggelisahkan tersebut. Kemudian bagaimana proses tersebut dapat terjadi serta tindakan apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut.
B. Keterpurukan Etika Sosial
Adanya berbagai bentrokan dan kerusuhan yang terjadi tentunya bukan semata-mata masalah bentrokan dan kerusuhan itu sendiri, tetapi perlu dicari penyebabnya. Peristiwa yang terjadi dalam lingkungan masyarakat atau dapat disebut sebagai kondisi yang merupakan masalah sosial. Lebih tegas lagi keadaan yang terjadi sudah dapat disebut sebagai “konflik sosial”. "Konflik yaitu sesudah timbul emosi, rasa benci dan rasa marah, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan ingin menyerang, melukai, merusak atau memusnahkan pihak yang lain".9 Begitulah keadaan yang telah terjadi terbukti ada pihak-pihak yang menyerang, melukai pihak lain, merusak bahkan memusnahkan pihak dan bangunan atau benda-benda yang mereka jumpai. Dalam hal ini Lewis Coser mengatakan dalam bukunya The Function of Social Conflict "… bahwa terjadinya konflik sosial bisa dilihat sebagai hal yang memiliki akibat pemersatu yang vital melalui pelepasan ketegangan dan membentuk suatu rantai penyesuaian diri...". Memperhatikan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat dapat dinyatakan bahwa untuk sebagian masyarakat cenderung menumbuhkan kesadaran dan penyesuaian diri sehingga mereka makin bersatu. Tetapi kebersamaan dan kesatuan hanya terdapat pada kelompok-kelompok tertentu dalam kehidupan masyarakat, bukan keseluruhan anggota masyarakat. Akibatnya ialah konflik masyarakat semakin tinggi dan semakin sering terjadi. Apalagi kalau diperhatikan persoalan yang dialami oleh kelompok tertentu dengan berbagai hal yang menghimpit kehidupan mereka, sangat mungkin bahwa munculnya tindak kekerasan ataupun wujud konplik lainnya sebagai manifestasi dari rasa ketidak puasan. Muncul keluar dalam bentuk pelepasan ketegangan perasaan yang selama ini menghambat mereka. Bahkan menurut Riggs mengungkapkan hal tersebut yang memberikan istilah dengan tipe masyarakat “clect” yang merupakan gabungan istilah clique dan sects, adalah "tipe organisasi sosial yang secara selektif menggabungkan elemen strukural, baik yang berasal dari komunitas yang tergabung (fused) maupun dari masyarakat yang terurai (diffracted society)". Setiap anggota "clect" berasal dari komunitas khusus. "Clect" menerapkan norma-normanya secara selektif terhadap anggota komunitas. "Clect” menimbulkan dan memperdalam perpecahan yang terdapat di dalam masyarakat serta menghambat kemajuannya dengan jalan menghambat perubahan fungsi integratif masyarakat menuju kesatuan masyarakat nasional. Dari ungkapan di atas, tidak diragukan bahwa pertikaian, konflik yang terjadi di kalangan masyarakat sekarang ini akan sukar diselesaikan selama kondisi penghambat perubahan fungsi integratif masyarakat menuju kesatuan masyarakat nasional tidak bisa dihilangkan. Dengan makin dalamnya konflik di masyarakat, maka akan makin terpuruk pula etika sosial, karena masing-masing kelompok lebih mendahulukan kepentingan kelompoknya.
B. Dinamika Struktural Pendidikan
Sebenarnya akar terpuruknya etika sosial dengan makin maraknya konflik yang terjadi dalam kalangan masyarakat Indonesia saat ini dapat dikaji dari segi dinamika struktural pendidikan yang berlangsung selama ini. Sebagai gambaran bagaimana kondisi hasil pendidikan di Indonesia yang menggambarkan kualitas sumber daya manusia yang rendah terungkap melalui laporan UNDP (United Nations Development Programme) yang berjudul: Human Development Report 1996 berikut ini. "Dari 174 negara di dunia, Indonesia berada pada peringkat ke- 102". Data lain yang bersumber dari "Human Development Report 2003 terungkap bahwa peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia menempati urutan ke 112 dari 175 negara". Dapat dibayangkan betapa rendahnya daya saing SDM Indonesia untuk memperoleh posisi kerja yang baik dalam era global abad 21. Gambaran perbandingan dengan negara tetangga sesama anggota ASEAN sebagai berikut. "Singapura berada pada peringkat 34, Brunai Darussalam 36, Thailand 52, dan Malaysia berada pada peringkat 53". Dalam perbandingan pada tingkat regional pun, SDM Indonesia masih sangat rendah. Dapat pula kita sebutkan sebenarnya secara rata-rata tingkat kecerdasan bangsa Indonesia saat ini masih pada tingkatan lulus sekolah dasar. Ini terbukti bahwa pemerintah memprogramkan wajib belajar 9 tahun, dengan harapan bila program tersebut berhasil maka bangsa Indonesia akan mencapai tingkat kecerdasan setingkat lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama.
Bagaiamana dinamika struktural pendidikan Indonesia sehingga tingkat sumber daya manusianya masih relatif sangat rendah ? Lebih khusus mengapa sikap dan perilaku masyarakat Indonesia menjadi sangat terpuruk sehingga etika sosialnya menjadi menurun bila ditinjau dari wujud adanya kerusuhan dan konflik yang terjadi.
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sejak awal kemerdekaan telah memperoleh perhatian dari pendiri negara Republik Indonesia ini. Terbukti masalah pendidikan tercantum dalam UUD 1945 pasal 31.(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ayat (1) tersebut maka setiap warga negara mempunyai hak untuk memperoleh pengajaran. Ketentuan ini sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas dan kecerdasan bangsa Indonesia. Sebab salah satu tolok ukur keberhasilan bangsa Indonesia dilihat dari pencapaian tujuan nasionalnya antara lain: "mencerdaskan kehidupan bangsa". Untuk mewujudkan tujuan nasional dan sekaligus merealisasikan ayat (2) pasal 31 UUD 1945, Indonesia telah berhasil membuat peraturan perundang-undangan pendidikan berupa "Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran Di Sekolah." Untuk memberlakukan UU No. 4 Tahun 1950 tersebut ditetapkan UU No. 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya UU No. 4 Tahun 1950 untuk Seluruh Indonesia. Dalam usaha dan kegiatan pembangunan nasional, masalah pendidikan kembali memperoleh perhatian yang cukup besar. Hal ini tercantum dalam Ketetapan MPR.RI.No.IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
"Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup". Bahkan untuk mengarahkan pelaksanaan pendidikan di Indonesia, telah pula ditetapkan UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang sekaligus membatalkan UU RI No.4 Tahun 1950. Dalam pasal 4 UU.RI No.2 Tahun 1989, antara lain menyebutkan bahwa
Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam pada itu ketentuan pasal 39 ayat (2) mencantumkan bahwa:
Bagaiamana dinamika struktural pendidikan Indonesia sehingga tingkat sumber daya manusianya masih relatif sangat rendah ? Lebih khusus mengapa sikap dan perilaku masyarakat Indonesia menjadi sangat terpuruk sehingga etika sosialnya menjadi menurun bila ditinjau dari wujud adanya kerusuhan dan konflik yang terjadi.
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sejak awal kemerdekaan telah memperoleh perhatian dari pendiri negara Republik Indonesia ini. Terbukti masalah pendidikan tercantum dalam UUD 1945 pasal 31.(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ayat (1) tersebut maka setiap warga negara mempunyai hak untuk memperoleh pengajaran. Ketentuan ini sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas dan kecerdasan bangsa Indonesia. Sebab salah satu tolok ukur keberhasilan bangsa Indonesia dilihat dari pencapaian tujuan nasionalnya antara lain: "mencerdaskan kehidupan bangsa". Untuk mewujudkan tujuan nasional dan sekaligus merealisasikan ayat (2) pasal 31 UUD 1945, Indonesia telah berhasil membuat peraturan perundang-undangan pendidikan berupa "Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran Di Sekolah." Untuk memberlakukan UU No. 4 Tahun 1950 tersebut ditetapkan UU No. 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya UU No. 4 Tahun 1950 untuk Seluruh Indonesia. Dalam usaha dan kegiatan pembangunan nasional, masalah pendidikan kembali memperoleh perhatian yang cukup besar. Hal ini tercantum dalam Ketetapan MPR.RI.No.IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
"Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup". Bahkan untuk mengarahkan pelaksanaan pendidikan di Indonesia, telah pula ditetapkan UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang sekaligus membatalkan UU RI No.4 Tahun 1950. Dalam pasal 4 UU.RI No.2 Tahun 1989, antara lain menyebutkan bahwa
Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam pada itu ketentuan pasal 39 ayat (2) mencantumkan bahwa:
Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat:
a. pendidikan Pancasila;
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama; dan
c. pendidikan kewarganegaraan.
Melalui ketiga materi pendidikan di atas berarti usaha pendidikan telah diarahkan agar membentuk manusia Indonesia yang berkepribadian Pancasila melalui pendidikan mental dan pembentukan kepribadian yang berlandaskan jiwa agama. Kemudian untuk meningkatkan usaha pendidikan, dalam GBHN 1993, pendidikan justru menjadi salah satu sasaran bidang pembangunan nasional, yang disebut dengan istilah: Sasaran Bidang Kesejahteraan Rakyat, Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan:
Terwujudnya kehidupan masyarakat yang makin sejahtera lahir batin secara adil dan merata, terselenggaranya pendidikan nasional dan pelayanan kesehatan yang makin bermutu dan merata yang mampu mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan profesional, makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia, dan memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.
Dengan sangat rinci diungkapkan tentang rencana yang akan dicapai melalui usaha pendidikan yang dilakukan Bangsa Indonesia. Terungkap bahwa manusia Indonesia adalah mansusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan professional. Itulah gambaran sosok manusia Indonesia yang akan terwujud bila pendidikan dapat dilaksanakan. Usaha untuk menunjang agar pendidikan dapat terlaksana dengan baik, maka UU No. 2 Tahun 1989 telah pula diperbaharui dengan terwujudnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum bahwa "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas, di samping beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mansusia Indonesia haruslah menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Masalah manusia Indonesia harus menjadi manusia yang mandiri ternyata menjadi perhatian yang cukup besar dan telah banyak usaha yang ditempuh oleh Negara agar meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Hal ini pun sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Wolfe pemimpin Commision on Human Resources of Specialized Talents di Amerika pada tahun 1954: survival itself may depend on making the most effective use of the nations's intellectual resources. Kelangsungan hidup sendiri mungkin bergantung pada pemanfaatan paling efektif dari sumber daya intelektual suatu negara. Dengan diselenggarakan pendidikan mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi tentu dimaksudkan agar sumber daya intelektual negara Indonesia akan makin meningkat dan makin mampu mandiri menghadapi kenyataan kehidupan dunia yang makin kompleks.
Terwujudnya kehidupan masyarakat yang makin sejahtera lahir batin secara adil dan merata, terselenggaranya pendidikan nasional dan pelayanan kesehatan yang makin bermutu dan merata yang mampu mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan profesional, makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia, dan memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.
Dengan sangat rinci diungkapkan tentang rencana yang akan dicapai melalui usaha pendidikan yang dilakukan Bangsa Indonesia. Terungkap bahwa manusia Indonesia adalah mansusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan professional. Itulah gambaran sosok manusia Indonesia yang akan terwujud bila pendidikan dapat dilaksanakan. Usaha untuk menunjang agar pendidikan dapat terlaksana dengan baik, maka UU No. 2 Tahun 1989 telah pula diperbaharui dengan terwujudnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum bahwa "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas, di samping beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mansusia Indonesia haruslah menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Masalah manusia Indonesia harus menjadi manusia yang mandiri ternyata menjadi perhatian yang cukup besar dan telah banyak usaha yang ditempuh oleh Negara agar meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Hal ini pun sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Wolfe pemimpin Commision on Human Resources of Specialized Talents di Amerika pada tahun 1954: survival itself may depend on making the most effective use of the nations's intellectual resources. Kelangsungan hidup sendiri mungkin bergantung pada pemanfaatan paling efektif dari sumber daya intelektual suatu negara. Dengan diselenggarakan pendidikan mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi tentu dimaksudkan agar sumber daya intelektual negara Indonesia akan makin meningkat dan makin mampu mandiri menghadapi kenyataan kehidupan dunia yang makin kompleks.
D. Analisis Dalam Konfigurasi Faktor Dominan dan Jalan Keluar
Berdasarkan data tersebut di atas, seharusnya dengan langkah perkiraan bahwa keterpurukan nilai etika sosial bangsa adalah akibat dari hasil pendidikan, dapat ditolak. Apalagi usaha pendidikan jauh sangat maju dan lebih luas bila dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan pemerintah penjajah, khususnya pemerintah Hindia Belanda. Dari keterangan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Ny. Artati Marzuki dalam bulan Mei 1965 dapat diketahui hal-hal berikut :1. Dalam masa 20 tahun maka pendididkan meningkat sampai 40 kali dibandingkan dengan masa penjajahan.
2. Jumlah sekolah dasar meningkat 222 %
Jumlah sekolah lanjutan pertama meningkat 638 %
Jumlah sekolah lanjutan atas meningkat 579 %
3. Jumlah murid Sekolah dasar meningkat 403 %
Jumlah murid Sekolah Lanjutan Pertama meningkat 1.909 %
Jumlah murid Sekolah Lanjutan atas meningkat 4.074 %
Berdasarkan data tersebut di atas, seharusnya dengan langkah perkiraan bahwa keterpurukan nilai etika sosial bangsa adalah akibat dari hasil pendidikan, dapat ditolak. Apalagi usaha pendidikan jauh sangat maju dan lebih luas bila dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan pemerintah penjajah, khususnya pemerintah Hindia Belanda. Dari keterangan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Ny. Artati Marzuki dalam bulan Mei 1965 dapat diketahui hal-hal berikut :1. Dalam masa 20 tahun maka pendididkan meningkat sampai 40 kali dibandingkan dengan masa penjajahan.
2. Jumlah sekolah dasar meningkat 222 %
Jumlah sekolah lanjutan pertama meningkat 638 %
Jumlah sekolah lanjutan atas meningkat 579 %
3. Jumlah murid Sekolah dasar meningkat 403 %
Jumlah murid Sekolah Lanjutan Pertama meningkat 1.909 %
Jumlah murid Sekolah Lanjutan atas meningkat 4.074 %
4. Jumlah Pendidikan Tinggi zaman penjajahan 5 buah, sekarang : negeri 36 buah setengah negeri 80 buah swasta 193 buah
5. Jumlah Mahasiswa :
zaman penjajahan 800 orang
sekarang 125.000 orang
Data tahun 1965 sudah menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Apalagi setelah pelaksanaan pembangunan nasional melalui PJP I dan Pelita VI serta masa sekarang ini tentunya bertambah meningkat. Melalui pendidikan diarahkan untuk pelaksanaan pembangunan dan peningkatan individu warga negara di samping diarahkan untuk pembangunan sosial. Makna pembangunan sosial yaitu :
"Pembangunan Sosial" tidak hanya diukur melalui peningkatan akses pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan, melainkan melalui kemajuan dalam pencapaian tujuan sosial yang lebih kompleks dan kadang-kadang beragam seperti persamaan, keadilan sosial, promosi budaya, dan ketentraman batin, juga peningkatan kemampuan manusia untuk bertindak, sehingga potensi kreatif mereka dapat dikeluarkan dan membentuk perkembangan sosial".
Faktor dominan yang dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku etika sosial yang rendah meskipun telah melalui usaha pendidikan antara lain landasan atau asas pembangunan nasional. Pada awal bangsa Indonesia mencanangkan usaha pembangunan nasional yang pelaksanaannya telah dimulai sejak tahun 1969 dengan pelaksanaan pembangunan Lima Tahun yang pertama, asas utamanya adalah asas manfaat.
"Asas Manfaat, ialah bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan Rakyat dan bagi pengembangan pribadi Warga Negara."
Akibat dari kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, ialah munculnya sikap hidup yang penting adalah bermanfaat. Ini menimbulkan sikap untuk mengejar "materi" yang sebanyak-banyaknya agar dapat bermanfaat dalam kehidupan yang sedang dialami. Pengaruh yang diperoleh adalah lebih mengutamakan peningkatan materiil daripada peningkatan spiritual. Sikap hidup sehari-hari juga akan lebih menonjolkan kelebihan penguasaan materi. Sikap konsumeris dalam kehidupan lebih meningkat akibat penguasaan materi dari hasil usaha yang dilakukan. Ini dibuktikan dengan meningkatnya tingkat gangguan jiwa dari tingkat yang paling rendah sampai ke tingkat yang tinggi sebagaimana dilaporkan Departemen Kesehatan. Penderita gangguan jiwa sebelum tahun 1988 berkisar antara 1 sampai 3 orang di antara 1000 orang Indonesia. Data pada tahun 1988 menunjukkan peningkatan yaitu 3 sampai 6 orang di antara 1000 orang, yang mengalami gangguan jiwa. Sedang data pada tahun 1996 sudah mencapai 10,8 juta orang yang mengalami gangguan jiwa. Padahal tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil. Dengan demikian tujuan yang dimaksud tidak tercapai akibat dari adanya salah satu asas pembangunan nasional yaitu asas manfaat.
Adanya ketentuan yang terdapat dalam Ketetapan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan sendirinya sangat berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan nasional secara keseluruhan. Hal tersebut terjadi karena struktur pendidikan di Indosnesia yang menganut ssstem sentralisasi yaitu semua langkah dan tindakan pendidikan ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pusat. Dengan asas utamanya adalah asas manfaat, maka dalam pendidikanpun diusahakan agar bagaimana memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Akibatnya warga negara berusaha tanpa mengindahkan dari mana sumber memperoleh materi yang akan dimanfaatkan tersebut. Mungkin dari sesuatu yang haram atau tidak sesuai dengan ketentuan agama, asal bermanfaat tetap diusahakan. Sudah tentu hasil usaha pembangunan akan sangat mempengaruhi mental generasi muda yang memanfaatkan hasil usaha dari sumber yang haram tersebut. Keadaan yang berlangsung selama 25 tahun, kemudian disadari oleh wakil rakyat melalui MPR.RI pada tahun 1993 akhirnya asas utama dirubah menjadi asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spirituil, moral, dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
Kesadaran tersebut sudah terlambat, karena telah berlaku selama 25 tahun yang berarti telah menghasilkan paling tidak satu generasi penerus yang dijiwai oleh sikap mementingkan materi atau bersikap materialis. Untuk merubah sikap dari materialis kembali ke jalan yang benar yaitu kerseimbangan antara materiil dengan spirituil dengan landasan agama yang kuat bukanlah hal yang mudah. Keadaan itu tetap berlangsung dan dirasakan dampaknya sampai saat ini. Memperhatikan usaha yang ditempuh untuk bertindak lebih arif yaitu menetapkan asas utama pembangunan nasional berupa asas Keimanan dan Ketaqwaaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, merupakan usaha yang sudah benar. Bagi bangsa Indonesia adanya asas pertamanya adalah asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan istilah bangsa religius. Dengan kondisi sebagai bangsa yang religius maka tepatlah jika asas pembangunan nasionalnya adalah asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga sebenarnya bagi bangsa Indonesia telah mengalami kekeliruan dalam menetapkan asas pembangunan nasionalnya yang berlangsung selama 25 tahun dengan asas pertamanya adalah asas manfaat tersebut. Kekeliruan tersebut berarti juga telah menyimpang dari ideologi Pancasila.
Kalau selama ini telah terjadi penyimpangan tersebut, dinyatakan pula dalam pernyataan Wakil Rakyat dalam GBHN 1999-2004 sebagai berikut:
Penyelenggaraan negara yang menyimpang dari ideologi Pancasila dan mekanisme Undang-Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara dan makin jauh dari cita demokrasi dan kemerdekaan yang ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absolut karena wewenang dan kekuasaan Presiden berlebihan yang melahirkan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga terjadi krisis multi dimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.
Pengakuan akan adanya penyimpangan yang berlangsung selama ini adalah kondisi yang menimbulkan angin segar untuk bertindak lebih baik lagi. Bukti kongkrit jalan keluar telah pula ditetapkan antara lain dalam bidang agama dan pendidikan sebagai berikut.
1) Meningkatkan fungsi, peran, dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan etika dalam penyelenggaraan negara serta mengupayakan agar segala peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan moral agama-agama.
2) Meingkatkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lingkungan sesuai dengan potensinya
Jalan keluar yang telah ditetapkan perlu ditindak lanjuti dengan pelaksanaan yang lebih kongkrit dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia sehingga etika sosial akan pulih dan bahkan kualitasnya meningkat lebih baik lagi. Struktur pendidikan yang pada mulanya bertumpu pada system sentralisasi kini telah di ubah dengan system desentralisasi. Titik pangkal asas pembangunan yang pada mulanya berasaskan manfaat untuk asas pertamanya, kini telah berubah dengan asas Keimanan dan Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Lebih khusus lagi bagi masyarakat Islam Indonesia sebagai salah satu bagian Bangsa Indonesia sebenarnya kita telah mempunyai pedoman yang jelas sebagaimana diungkapkan dalam kitab suci Al Quran maupun dalam Hadits Rasul. Sebagai seorang muslim langkah berpijaknya terletak pada pedoman Al Quran dan Hadits. Antara lain disebutkan :
5. Jumlah Mahasiswa :
zaman penjajahan 800 orang
sekarang 125.000 orang
Data tahun 1965 sudah menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Apalagi setelah pelaksanaan pembangunan nasional melalui PJP I dan Pelita VI serta masa sekarang ini tentunya bertambah meningkat. Melalui pendidikan diarahkan untuk pelaksanaan pembangunan dan peningkatan individu warga negara di samping diarahkan untuk pembangunan sosial. Makna pembangunan sosial yaitu :
"Pembangunan Sosial" tidak hanya diukur melalui peningkatan akses pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan, melainkan melalui kemajuan dalam pencapaian tujuan sosial yang lebih kompleks dan kadang-kadang beragam seperti persamaan, keadilan sosial, promosi budaya, dan ketentraman batin, juga peningkatan kemampuan manusia untuk bertindak, sehingga potensi kreatif mereka dapat dikeluarkan dan membentuk perkembangan sosial".
Faktor dominan yang dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku etika sosial yang rendah meskipun telah melalui usaha pendidikan antara lain landasan atau asas pembangunan nasional. Pada awal bangsa Indonesia mencanangkan usaha pembangunan nasional yang pelaksanaannya telah dimulai sejak tahun 1969 dengan pelaksanaan pembangunan Lima Tahun yang pertama, asas utamanya adalah asas manfaat.
"Asas Manfaat, ialah bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan Rakyat dan bagi pengembangan pribadi Warga Negara."
Akibat dari kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, ialah munculnya sikap hidup yang penting adalah bermanfaat. Ini menimbulkan sikap untuk mengejar "materi" yang sebanyak-banyaknya agar dapat bermanfaat dalam kehidupan yang sedang dialami. Pengaruh yang diperoleh adalah lebih mengutamakan peningkatan materiil daripada peningkatan spiritual. Sikap hidup sehari-hari juga akan lebih menonjolkan kelebihan penguasaan materi. Sikap konsumeris dalam kehidupan lebih meningkat akibat penguasaan materi dari hasil usaha yang dilakukan. Ini dibuktikan dengan meningkatnya tingkat gangguan jiwa dari tingkat yang paling rendah sampai ke tingkat yang tinggi sebagaimana dilaporkan Departemen Kesehatan. Penderita gangguan jiwa sebelum tahun 1988 berkisar antara 1 sampai 3 orang di antara 1000 orang Indonesia. Data pada tahun 1988 menunjukkan peningkatan yaitu 3 sampai 6 orang di antara 1000 orang, yang mengalami gangguan jiwa. Sedang data pada tahun 1996 sudah mencapai 10,8 juta orang yang mengalami gangguan jiwa. Padahal tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil. Dengan demikian tujuan yang dimaksud tidak tercapai akibat dari adanya salah satu asas pembangunan nasional yaitu asas manfaat.
Adanya ketentuan yang terdapat dalam Ketetapan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan sendirinya sangat berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan nasional secara keseluruhan. Hal tersebut terjadi karena struktur pendidikan di Indosnesia yang menganut ssstem sentralisasi yaitu semua langkah dan tindakan pendidikan ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pusat. Dengan asas utamanya adalah asas manfaat, maka dalam pendidikanpun diusahakan agar bagaimana memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Akibatnya warga negara berusaha tanpa mengindahkan dari mana sumber memperoleh materi yang akan dimanfaatkan tersebut. Mungkin dari sesuatu yang haram atau tidak sesuai dengan ketentuan agama, asal bermanfaat tetap diusahakan. Sudah tentu hasil usaha pembangunan akan sangat mempengaruhi mental generasi muda yang memanfaatkan hasil usaha dari sumber yang haram tersebut. Keadaan yang berlangsung selama 25 tahun, kemudian disadari oleh wakil rakyat melalui MPR.RI pada tahun 1993 akhirnya asas utama dirubah menjadi asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spirituil, moral, dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
Kesadaran tersebut sudah terlambat, karena telah berlaku selama 25 tahun yang berarti telah menghasilkan paling tidak satu generasi penerus yang dijiwai oleh sikap mementingkan materi atau bersikap materialis. Untuk merubah sikap dari materialis kembali ke jalan yang benar yaitu kerseimbangan antara materiil dengan spirituil dengan landasan agama yang kuat bukanlah hal yang mudah. Keadaan itu tetap berlangsung dan dirasakan dampaknya sampai saat ini. Memperhatikan usaha yang ditempuh untuk bertindak lebih arif yaitu menetapkan asas utama pembangunan nasional berupa asas Keimanan dan Ketaqwaaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, merupakan usaha yang sudah benar. Bagi bangsa Indonesia adanya asas pertamanya adalah asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan istilah bangsa religius. Dengan kondisi sebagai bangsa yang religius maka tepatlah jika asas pembangunan nasionalnya adalah asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga sebenarnya bagi bangsa Indonesia telah mengalami kekeliruan dalam menetapkan asas pembangunan nasionalnya yang berlangsung selama 25 tahun dengan asas pertamanya adalah asas manfaat tersebut. Kekeliruan tersebut berarti juga telah menyimpang dari ideologi Pancasila.
Kalau selama ini telah terjadi penyimpangan tersebut, dinyatakan pula dalam pernyataan Wakil Rakyat dalam GBHN 1999-2004 sebagai berikut:
Penyelenggaraan negara yang menyimpang dari ideologi Pancasila dan mekanisme Undang-Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara dan makin jauh dari cita demokrasi dan kemerdekaan yang ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absolut karena wewenang dan kekuasaan Presiden berlebihan yang melahirkan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga terjadi krisis multi dimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.
Pengakuan akan adanya penyimpangan yang berlangsung selama ini adalah kondisi yang menimbulkan angin segar untuk bertindak lebih baik lagi. Bukti kongkrit jalan keluar telah pula ditetapkan antara lain dalam bidang agama dan pendidikan sebagai berikut.
1) Meningkatkan fungsi, peran, dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan etika dalam penyelenggaraan negara serta mengupayakan agar segala peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan moral agama-agama.
2) Meingkatkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lingkungan sesuai dengan potensinya
Jalan keluar yang telah ditetapkan perlu ditindak lanjuti dengan pelaksanaan yang lebih kongkrit dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia sehingga etika sosial akan pulih dan bahkan kualitasnya meningkat lebih baik lagi. Struktur pendidikan yang pada mulanya bertumpu pada system sentralisasi kini telah di ubah dengan system desentralisasi. Titik pangkal asas pembangunan yang pada mulanya berasaskan manfaat untuk asas pertamanya, kini telah berubah dengan asas Keimanan dan Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Lebih khusus lagi bagi masyarakat Islam Indonesia sebagai salah satu bagian Bangsa Indonesia sebenarnya kita telah mempunyai pedoman yang jelas sebagaimana diungkapkan dalam kitab suci Al Quran maupun dalam Hadits Rasul. Sebagai seorang muslim langkah berpijaknya terletak pada pedoman Al Quran dan Hadits. Antara lain disebutkan :
قََدْ أَفْلَحَ المُوءْ مِنُوْنَ(1) ... وَالِّذِيْنَ هُمْ لأَِمَنَتِهِم رَعُوْنَ(8)
(الموء منون23 : 1&8 )
(الموء منون23 : 1&8 )
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. ……………
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
Janjinya. (Al Mukminun 23:1 & 8).
Dari ayat tersebut terungkap bagaimana sebenarnya kondisi orang yang beriman yang telah dijanjikan oleh Allah SWT. Manusia yang beriman adalah manusia yang senantiasa memperoleh keberuntungan. Ini menunjukkan bahwa ilmu orang yang beriman akan senantiasa bertambah, rizki juga akan bertambah, kemantapan menghadapi hari esokpun akan tetap terjaga. Lain dari itu disebutkan dalam surat Al Mukminun tersebut bahwa di samping orang yang beriman, maka orang-orang yang memelihara amanat adalah termasuk orang yang beruntung. Orang yang memelihara amanat adalah orang yang diberi kepercayaan dan tanggungjawab melaksanakan suatu tugas tertentu atau seseorang yang diberi amanat jabatan tertentu.
Tugas dan jabatan tertentu merupakan amanat berarti seseorang yang memangku jabatan tersebut menyadari bahwa tugas dan wewenang yang diemban tersebut adalah tanggungjawab sebagai seorang pemimpin. Rasul menyatakan hal tersebut dalam sebuah Haditsnya sebagai berikut:
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ كُلُّكُمْ رَاع ٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الأِمَامُ رَاع ٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاع ٍ فِى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأََةُ رَاعِيَّةٌٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُلَةٌٌ عَنْ رَاعِِيَّتِهَا وَالخَادِمُ رَاع ٍ فِى مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالََ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالْرَّجُلُ رَاع ٍ فِى مَالِ أَبِيْهِ وَمَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاع ٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. (رواه البخاري)
Bahwa Abdullah Ibnu Umar berkata : Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Seorang ibu adalah pemimpin dalam wilayah rumah suaminya dan bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Seorang pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Abdullah Umar telah berkata : Saya memperkirakan Rasul telah bersabda bahwa seseorang laki-laki adalah pemimpin terhadap harta orangtuanya dan bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya dan setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya.(H.R. Bukhari).
Berdasarkan hadist di atas maka setiap individu kita sebagai muslim adalah pemimpin, dan setiap pemimpin harus bertanggungjawab terhadap apa yang ia pimpin. Oleh karena itu orang yang memperoleh amanat yang digolongkan kepada orang yang beruntung hendaknya melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sekaligus menunjukkan rasa tanggungjawab sebagai pemimpin terhadap keadaan dan situasi yang dipimpinnya.
E. Kesimpulan
Salah satu sebab timbulnya berbagai kerusuhan yang melanda berbagai kota besar Indonesia adalah terletak pada dinamika struktural pendidikan yang mengacu pada sistem sentralistik. Di antaranya dapat diiungkapkan bahwa berdasarkan asas pembangunan nasional yang pertama adalah manfaat, maka tujuan pendidikan yang diterapkan ke seluruh wilayah Indonesia ialah agar para peserta didik memperoleh manfaat dengan mengejar kepentingan dan keunggulan materi. Akibat lebih jauh menumbuhkan kelompok masyarakat yang disebut "clect" yang menerapkan norma-norma kehidupannya berdasarkan keunggulan materi dalam lingkungan kelompoknya masing-masing. Kondisi inilah yang makin memperuncing perbedaan dan mudah menimbulkan konflik di antara kelompok-kelompok masyarakat yang ada.
Kesadaran akan adanya kekeliruan penerapan asas pembangunan manfaat dengan sistem sentralistik pendidikan segera diubah pada tahun 1993 dengan asas Keimanan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sistem desentralisasi pendidikan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Kesadaran akan adanya kekeliruan penerapan asas pembangunan manfaat dengan sistem sentralistik pendidikan segera diubah pada tahun 1993 dengan asas Keimanan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sistem desentralisasi pendidikan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Craib, Ian. (1992). Modern Social Theory: From Parsons to Hebermas. (Baut,Paul S - Efendi,T. Terjemahan). Wheatsheaf Books Ltd. Buku asli diterbitkan tahun 1984.
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Semarang, CV.Toha Putra, 1989).
Draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah (PJM) Tahun 2005-2009, (Jakarta, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2003).
Hoogvelt, Ankie M.M., (1995). Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang (Alimandan. Terjemahan). (The Macmilan Press Ltd. Buku asli diterbitkan tahun 1976).
Imam Bukhari, Shahih Imam Bukhari Jilid I, Darul Fikri, tt.
Jawa Pos, Rabu Wage 6 Agustus 2003
Karabel, Jerome and Halsey, A.H. Power and Ideology In Education. (New York: Oxford University Press, 1977).
Kedaulatan Rakyat, Selasa Pon 31 Agustus 1999.
Ketetapan-Ketetapan MPR.RI 1973, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1973).
Ketetapan-Ketetapan MPR.RI Maret 1993, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 1993).
Ketetapan-Ketetapan MPR.RI Tahun 1999, (Surabaya: Arkola, 1999).
Moeljarto T. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi. (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 1987).
Poerbakawatja, Soegarda. Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka. (Jakarta: Gunung Agung, 1970).
Polak, J.B.A.F. Major., Sosiologi: Suatu Buku Pengantar Ringkas. (Jakarta: Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, 1971).
Republika, Kamis 7 Oktober 1999.
Spiegel, Henry W. The Growth of Economic Thought: Revised and Expanded Edition. (Durham, North Carolina: Duke University, 1983).
Suyanto. Mencari Paradigma Baru Sistem Pendidikan Nasional Menghadapi Milenium Ketiga. (Makalah pada Seminar Pendidikan Nasional Tahun 1999).
Tempo, Edisi 23-29 Agustus 1999, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Klaten: PT. Intan Pariwara, 1989).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Yogyakarta: Media Wacana, 2003).
Rahmat, Drs.H. M.Pd., kelahiran Tanjungpinang, Kep.Riau, 2 Januari 1942. Menyelesaikan pendidikan S-2 UNY program studi PIPS kekhususan Pendidikan Nilai pada tahun 2002. S-1 diselesaikan pada tahun 1970 pada Fak.Tarbiyah IAIN Suka Yogyakarta. Post Graduate Course Dosen IAIN ditempuh pada tahun 1973, kemudian mengikuti Studi Purna Sarjana tahun 1977-1978. Saat ini bekerja sebagai dosen pada Fakultas Tarbiyah IAIN Suka Yogyakarta. Berbekal AMDAL A dan AMDAL B dari UGM, pernah duduk sebagai anggota PSL.IAIN Suka Yogyakarta sejak tahun 1985, serta mengikuti konferensi PSL dan symposium/seminar lingkungan hidup, baik nasional maupun internasional. Di antara karya ilmiah sesuai mata kuliah yang dipegang yaitu ilmu jiwa, antara lain Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Perkembangan, Ilmu Jiwa Anak I dan Ilmu Jiwa Anak II.
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Semarang, CV.Toha Putra, 1989).
Draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah (PJM) Tahun 2005-2009, (Jakarta, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2003).
Hoogvelt, Ankie M.M., (1995). Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang (Alimandan. Terjemahan). (The Macmilan Press Ltd. Buku asli diterbitkan tahun 1976).
Imam Bukhari, Shahih Imam Bukhari Jilid I, Darul Fikri, tt.
Jawa Pos, Rabu Wage 6 Agustus 2003
Karabel, Jerome and Halsey, A.H. Power and Ideology In Education. (New York: Oxford University Press, 1977).
Kedaulatan Rakyat, Selasa Pon 31 Agustus 1999.
Ketetapan-Ketetapan MPR.RI 1973, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1973).
Ketetapan-Ketetapan MPR.RI Maret 1993, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 1993).
Ketetapan-Ketetapan MPR.RI Tahun 1999, (Surabaya: Arkola, 1999).
Moeljarto T. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi. (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 1987).
Poerbakawatja, Soegarda. Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka. (Jakarta: Gunung Agung, 1970).
Polak, J.B.A.F. Major., Sosiologi: Suatu Buku Pengantar Ringkas. (Jakarta: Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, 1971).
Republika, Kamis 7 Oktober 1999.
Spiegel, Henry W. The Growth of Economic Thought: Revised and Expanded Edition. (Durham, North Carolina: Duke University, 1983).
Suyanto. Mencari Paradigma Baru Sistem Pendidikan Nasional Menghadapi Milenium Ketiga. (Makalah pada Seminar Pendidikan Nasional Tahun 1999).
Tempo, Edisi 23-29 Agustus 1999, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Klaten: PT. Intan Pariwara, 1989).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Yogyakarta: Media Wacana, 2003).
Rahmat, Drs.H. M.Pd., kelahiran Tanjungpinang, Kep.Riau, 2 Januari 1942. Menyelesaikan pendidikan S-2 UNY program studi PIPS kekhususan Pendidikan Nilai pada tahun 2002. S-1 diselesaikan pada tahun 1970 pada Fak.Tarbiyah IAIN Suka Yogyakarta. Post Graduate Course Dosen IAIN ditempuh pada tahun 1973, kemudian mengikuti Studi Purna Sarjana tahun 1977-1978. Saat ini bekerja sebagai dosen pada Fakultas Tarbiyah IAIN Suka Yogyakarta. Berbekal AMDAL A dan AMDAL B dari UGM, pernah duduk sebagai anggota PSL.IAIN Suka Yogyakarta sejak tahun 1985, serta mengikuti konferensi PSL dan symposium/seminar lingkungan hidup, baik nasional maupun internasional. Di antara karya ilmiah sesuai mata kuliah yang dipegang yaitu ilmu jiwa, antara lain Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Perkembangan, Ilmu Jiwa Anak I dan Ilmu Jiwa Anak II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar